Translate

Minggu, 23 November 2014

Share by: Desy Elvera( Mama Eca}


Saya jamin bu, anak ibu lulus TK di sini TIDAK AKAN bisa membaca"
Begitulah statement Kepsek salah satu sekolah kala kami wawancara. Oke deal! Saat itu juga kami memutuskan memindahkan anak pertama kami ke sekolah tsb
Loh kok?! Nyeleneh ya?! Bisa jadi. Namun bagi kami, ini bukan sekedar nyeleneh atau gak nyeleneh. Bukan sekedar menjadi mainstream atau bahkan kebalikkannya anti-mainstream. Keputusan memasukkan TIDAK MENGAJARKAN MEMBACA menjadi salah satu indikator adalah melalui diskusi, pengalaman dan pengamatan yang panjang. Sehingga kriteria ini kami masukkan ke dalam top5 indikator sekolah idaman untuk anak2 kami.
Sebenarnya bukan tidak mengajarkan membacanya yg terpenting, akan tetapi 'janji' ini seolah makin menegaskan bahwa sekolah tsb menghargai anak2 sbg manusia yg bertumbuh-kembang melalui proses, tahap, dan runutan. Bukan melalui lompatan2 dan akselerasi. Hal ini juga mengukuhkan bahwa sekolah ini membangun manusia secara komprehensif dan utuh. Komprehensif dalam sisi spiritual, emosional, dan intelektul. Utuh dalam cipta, rasa, dan karsa. Bukan sekolah yg sekedar menekankan pada capaian kognitif semata, namun juga motorik dan afektif sebagai satu kesatuan. Dan ketika kami dan pihak sekolah satu visi untuk hal ini, maka rasanya untuk hal2 lain akan lbh mudah dikompromikan. InsyaAllah.
Waktu berjalan. Sesuai janjinya, tahun ketiga anak kami belajar di sekolah itu, ternyata benar! anak kami masih blm bs membaca sama sekali. Bahkan otak kanannya kadang msh sulit membedakan antara huruf "d" "b" dan "p". Menurut hasil assesment, anak kami adalah termasuk 3 murid yg blm bs membaca dari populasi 20 murid. Jangan ditanya berapa kali kami menghadapi pertanyaan "kelas berapa? Sdh pinter baca blm?" Karena jawabannya persis seperti jingle iklan wafer, ratusan! Yup ratusan kali hihihi. Alhamdulillah, baik kami maupun guru2 di sekolahnya woles bin selow saja untuk urusan ini. Saat saya tanya kpd wali kelasnya, kapan kira2 anak kami akan 'serius' diajarkan membaca, jawabnya "mulai semester depan LAH, bun..." Dan LAH di sini bs berkonotasi ganda, bs semester depan beneran, tapi bs juga semester depan depan depannya lagi hahaha. Dan kata2 bu guru itu menjadi penegasan bagi kami bahwa "Well! We are still on the track". Ojo kemrungsung, ojo kesusu. Tak ada kata lebih cepat, tak ada kata terlambat. Biarkan semuanya berjalan alamiah dan bersahabat
Lalu, waktu itu pun tiba. Waktu dimana anak ini tampak sangat 'mendesak' dan 'memaksa' untuk diajarkan membaca. "Aku mau bisa baca buku sendiri" "aku mau sms bunda" dan banyak alasan lainnya. Dan sepekan terakhir ini 'pertahanan' kami pun luluh lantak. Akhirnya officially kami memasukkan jadwal belajar membaca dlm rangkaian rutinitas prime time malam hari. Sebelumnya, dia sdh terlebih dahulu secara mandiri belajar mengenal huruf dan menulis kata2 seperti "Echa, Ghazan, Ayah, Bunda, princess, frozen, dll". Tp asumsi kami, dia hanya mengenal deratan huruf2 tsb sebagai simbol, seperti halnya dahulu kala org menulis pesan melalui simbol hieroglif. Sedangkan konsep susunan abjad sebagai garis2 yg membentuk makna dan bahasa sendiri, bagian yg ini kami rasa masih nol.
Setelah mempelajari dan membandingkan teknik pembelajaran, akhirnya kami memutuskan menggunakan metode membaca suku kata tanpa mengeja. Dimulai dgn mengenalkan huruf vocal, kemudian kombinasi konsonan dan vocal. BA, BI, BU BE, BO, dst dst. Mencengangkan! Ternyata hanya butuh satu malam untuk dia bisa menguasai bbrp suku kata. Dan yg lebih mengejutkan lagi, hal pertama yg diprotes adalah bahwa selama ini penulisan abjad untuk nama panggilannya adalah salah besar. Hooo?!! Seharusnya ECA, gak pake H seperti yg lazim selama ini, E C H A (klo yg ini dibacanya pakai H aspiratif yg medok yah, awas gerimis hihi). Baiklah! Jadi mulai sekarang Eca tanpa H yaaa Nak. Hikmahnya adalah bahwa dgn protesnya ini berarti konsep membaca telah direkam dan difahami secara baik.
Surprise2 lain kami temui saat mendampinginya membaca bbrp hari ini, salah satunya kemudahan2 yg kami dapati. Meskipun kami yakin seyakin2nya bahwa suatu hari anak kami pasti bs membaca (termasuk anak2 yg lain) jika sudah tiba waktunya, tapi kami tidak pernah membayangkan akan semudah ini prosesnya. Termasuk saat mengenalkan akhiran ter, per, kan, -ng. Tidak ada kendala yg berarti. Mulussss. Bukan! Bukan karena kecerdasan. Dan tidak ada kaitannya sama sekali dgn kejeniusan. Inilah yg kami maknai sebagai 'kesiapan belajar'. Manakala pendidik telah menyiapkan wadah yg kokoh, maka wadah tsb akan dengan mudah untuk diisi apa saja. Seperti sebuah gelas yg telah ditempa menjadi kuat, maka gelas tsb akan siap diisi oleh air dingin bahkan panas sekali pun. Atas semua itu, kami ucapkan Jazakumullah khairan katsiran Bapak/Ibu Guru atas kerjasamanya
Foto di bawah adalah surat untuk teman2 sekolah yg dia tulis jumat lalu. Lucu sekali melihat bagaimana dia menuliskan Echa menjadi ECA, cendekia menjadi CEDIKIYA, dan Chelsea (nama temannya) menjadi CELSI hahaha (maaf mak). Atau saat dia menulis uang menjadi UWANG. Hahaha tidak apa2 sayang. Ayah Bunda tidak akan protes kok. Alon2 asal klakon yaaa nak. Sekali lagi, ojo kemrungsung, ojo kesusu. Tak ada kata lebih cepat, tak ada kata terlambat. Biarkan semuanya berjalan alamiah dan bersahabat... Percayalah! Semua akan indah pada waktunya
~Cinta Bunda Selangit Seangkasa~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar